Pernahkah kamu melihat temanmu memamerkan percakapan mesranya dengan sebuah AI? Sebesar apapun rasa kasihanmu padanya, jangan menyerah untuk memintanya segera mencari pasangan yang nyata.

Sadar atau tidak, kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) memang sudah menjadi hal lumrah di kehidupan kita. Hal yang mungkin tidak kita pikirkan akan terjadi lima tahun yang lalu.

Perjalanan AI

Bila ditelusuri lebih jauh, sebenarnya AI bukanlah barang baru. Istilahnya sudah dikenal sejak Konferensi Darthmouth pada tahun 1956. Namun, perwujudan AI baru terealisasi di akhir abad 20.

Pada tahun 1997, komputer Deep Blue buatan IBM berhasil mengalahkan juara catur dunia, Garry Kasparov. Keberhasilan itu menandai sejarah baru dari perjalanan kecerdasan buatan.

Perkembangan internet dan komputasi yang kian canggih turut mengkatalisasi pertumbuhan AI. Dari yang sekadar mengatur algoritma sampai menjadi asisten virtual di gawai kita.

Dan sejak tahun 2020-an, AI telah mewabah di masyarakat kita. Sejak kemunculan chatgpt yang andal dalam menjawab masalah, berbagai mesin telah diciptakan untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda—karya imaji hingga video yang dahulu hanya dapat tercipta dari tangan manusia.

Tantangan Menghadapi AI

Melihat lompatan perkembangan AI yang amat jauh, justru menghadirkan kekhawatiran di industri kreatif. Ketika mesin telah menggapai kemampuan menghasilkan karya, lantas bagaimana nasib manusia?

Ini adalah sebuah tantangan baru di masa modern. Otomatisasi kerap menggantikan peran manusia demi efisiensi tenaga dan biaya.

Para pelaku di bidang desain grafis tidak hanya pusing memikirkan ide dan berkompetisi dengan desainer sejawat, tetapi juga melawan arus penggunaan AI yang masif di internet.

Ambil contoh gambar ilustrasi. Dahulu ilustrator berlomba meningkatkan kemampuan dalam menggambar; gaya lukis, arsiran, pewarnaan, komposisi, dan lainnya.

Namun, datangnya AI seolah memantati usaha para ilustrator ketika segelintir orang yang mengaku sebagai “AI artist” memajang dengan lugu hasil karya dari prompt AI.

Sudah tidak elok, hasil gambarnya juga tidak sesuai dengan dunia nyata. Keanehan pada gambar hasil AI sangat mudah dibedakan, walau semakin ke sini hasilnya kian rapih dan minim cacat.

Tentu saja kehadiran pelukis “palsu” itu disambut negatif oleh para penggemar karya ilustrasi. Sayangnya hal itu berimbas pada naiknya kewaspadaan berlebihan terhadap suatu karya ilustrasi. Tidak sedikit ilustrator tulen menjadi korban salah tembak dari kewaspadaan berlebihan itu.

Saatnya Memperbudak AI

Tantangan menghadapi AI telah sedikitnya mengubah bagaimana industri kreatif bekerja. Namun, pelaku desain, ilustrator, dan pelaku kreatif lainnya tidak perlu khawatir. AI hanyalah mesin yang bisa kita perbudak!

Hidup matinya industri kreatif tetap ada di tangan manusia. Meski AI bisa menunjukkan kehebatan yang hampir menyamai kemampuan lukis atau gambar dari manusia, mereka tetap tidak dapat menghasilkan karya seni yang sesungguhnya.

Sebuah karya adalah hasil dari proses berpikir. Itu mempunyai motif, makna, dan pesan yang tersirat maupun tersurat untuk audiens. Itulah sebuah karya seni, yakni tidak hanya menghibur tetapi juga turut menyampaikan pesan dari penciptanya.

Sementara, AI hanyalah peniru yang terlatih oleh serangkaian program. Mereka menghasilkan tanpa melalui proses kreatif yang panjang, sehingga gagal memberikan sebuah pesan dari sebuah karya seni.

Lalu bagaimana kita memperbudak AI?

Jadikanlah dia sebagai pembantu. Berikan tugas-tugas sepele yang sering memperlambat kita dalam menghasilkan karya.

Contohnya, untuk menghilangkan latar belakang dari gambar, memperbaiki kualitas video, atau memberikan rekomendasi ide-ide menarik ketika kita buntu.

Selebihnya kitalah yang menentukan mau seperti apa karya yang dibuat. Kita yang memodifikasi, menyusun, dan memfinalisasi hasil karya. Kitalah pencipta karya seni itu.

Dengan kata lain, kita tidak perlu menjauhi atau membenci AI. Justru kita harus memanfaatkannya dan memperbudaknya demi meringankan beban kerja. Sebab barang siapa tidak dapat beradaptasi maka akan tertinggal dan kalah dalam seleksi alam.

Teruslah berproses wahai pelaku kreatif. Berkat kalianlah manusia dapat terus menorehkan sejarah untuk generasi masa depan.

Tulisan ini lahir berkat Wiseminar: Berkarir di Industri Kreatif: Langkah-Langkah dan Hadapi Tantangan AI pada 12 Januari 2025. Penulis mewakili Wiseline berterimakasih kepada M. Faris Muhadriyan selaku narasumber yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan terkait perkembangan dunia desain grafis di era AI.

Saatnya Memperbudak AI

Sad Isaac · Follow

Written by Sad Isaac

Sad Isaac ·